Film
perdana “Surat Kecil untuk Tuhan” (SKUT) memberikan pesan kepada para penontonnya
untuk memaknai kehidupan dengan lebih baik lagi. Tidak sedikit penonton yang
bercucuran air mata bahkan sulit menghentikan tetesan air matanya begitu
selesainya film ini.
Seringkali
dalam kenyamanan karir, pekerjaan dan segala fasilitas yang ada, kita terlena
untuk tidak menjalani kehidupan ini dengan sebaik-baiknya bersama sahabat,
anak-anak, istri/suami, dan orang-orang terdekat kita. Kita begitu asyik
menjalani hidup ini dengan egoisme kita sendiri dan melupakan nilai-nilai
spiritualitas. Tapi saat kita ‘tersungkur’, kita baru menyadari bahwa kita
masih diberi kesempatan untuk mendekat kembali kepada Sang Khalik.
Film
besutan sutradara Haris Nizam, produksi dari Skylar Pictures ini memang layak diapresiasi oleh para penikmat
film Indonesia. Bukan soal bagaimana film ini bisa menampilkan
kepingan-kepingan fragmen yang inspiratif saja, melainkan pesan yang ingin
disampaikan dari film ini, yang diambil dari kisah nyata gadis remaja berusia
13 tahun, Gita Sesa Wanda Cantika dalam buku dengan judul sama karya Agnes Davonar, sangat kuat‘menggedor’
hati para pemirsanya untuk berkaca pada kehidupan masing-masing individu.
Sejauh
mana kita memaknai kehidupan yang telah diberikan Tuhan ini. Nikmat apalagi yang akan kita dustai.
Kuatnya skenario kehidupan Gita Sesa Wanda Cantika, atau yang
biasa dipanggil Keke, sungguh kental ditangkap oleh para penonton. Bukunya saja
yang telah terjual lebih dari 30 ribu copyyang
juga terkenal di Taiwan dan telah diterjemahkan, bisa membuat banyak orang
berucuran airmata saat membacanya, apalagi visualisasinya. Maka tantangan bagi
sutadara film ini adalah untuk ‘merajut’ jalinan ceritanya yang sudah sangat
inspiratif itu menjadi adegan-adegan utuh untuk menggambarkan ketegaran hati
sosok Keke dalam durasi 100 menit di layar lebar.
Hampir
tidak ada cela yang bisa dialamatkan kepada para pemain dalam film ini, yang
kebanyakan bukanlah bintang-bintang beken. Pemeran Keke yaitu Dinda Hauw
sendiri tampil amat memukau untuk ukuran pendatang baru di dunia entertainment. Tak ketinggalan aktor dan aktris lain yang hanya
menjadi pemeran pendukung tampil maksimal. Bahkan aktor yang menjadi supir
keluarga Keke di film itu, yang sering tampil tanpa bahasa verbal cukup membuat
emosi para penonton teraduk dalam keharuan kisah ini.
Keke
mengidap penyakit yang disebut Rhabdomyosarcoma pertama
di Indonesia, yaitu kanker ganas yang menyerang jaringan lunak dan sudah berada
di stadium 3. Kanker tersebut berkembang sangat pesat setiap 5 hari dan
mengganggu penglihatan dan aktivitas Keke sehari-hari.
Keke
sering mimisan, sulit bernapas dan matanya memerah lalu berair dan lama
kelamaan ada benjolan yang semakin hari semakin besar di bawah kelopak mata
bagian kiri. Keke tampak buruk sekali, kecantikannya hilang. Walau begitu, ia
tetap ingin ikut ujian sekolah. Kegigihannya dalam menjalani kehidupan ini yang
membuat Ibu Megawati memberikan penghargaan sebagai ‘Siswi Teladan.’
Ada dua hal yang saya sayangkan adalah dalam 10 menit
pertama film ini hanya membawa penonton pada emosi yang datar saja. Yaitu
adegan-adegan sederhana kehidupan remaja di sekolah dan persahabatan Keke.
Padahal kekuatan makna persahabatan sudah bisa terwakili di hampir sepanjang
film ini, sehingga kisah film ini bisa diawali oleh hingar bingar balapan
jalanan yang sering dilakukan oleh kakak laki-laki Keke yang tertua, beserta
latar belakang mengapa ia tidak betah di rumah.
Hal
yang kedua adalah banyaknya adegan-adegan yang tidak ditampilkan, walaupun
sudah dibuat oleh seluruh kru film ini. Padahal, adegan-adegan yang tidak
ditampilkan tersebut jika tetap disertakan, bisa saja membuat rajutan kisah di
film ini menjadi satu garis besar utuh yang lebih enak untuk ditonton. Saya
membandingkannya dengan film Gie atau Laskar Pelangi yang juga diangkat dari kehidupan nyata seseorang.
Kepingan-kepingan adegan dalam kedua film tersebut mampu menampilkan keutuhan
cerita yang tidak ‘terpisah-pisah.’ Sedangkan dalam film SKUT ini banyak
adegan-adegan ‘yang terputus’ dan menjadi seperti kumpulan kepingan fragmen
yang sedih.
Overall,
film ini sangat direkomendasikan untuk ditonton oleh remaja maupun orang tua.
Banyak pelajaran yang bisa dipetik. Menurut sumber terpercaya, film ini hanya
butuh 30 ribu penonton untuk ‘balik modal.’ Inilah sebuah film yang tidak perlu
mahal pembuatannya untuk bisa menyampaikan pesan-pesan bermanfaat bagi
masyarakat Indonesia.
Oiya, jangan terganggu dengan aksen cadel dari Keke
dalam film ini. Karena pemerannya, Dinda Hauw, sebenarnya tidaklah cadel, tapi
hanya sekedar mendekati tokoh aslinya saja yang memiliki cara berbicara
demikian.
Satu
tips untuk menonton film ini adalah, bagi kaum laki-laki yang menonton film
ini, jangan malu-malu untuk menyeka air mata yang tanpa disadari membasahi
kelopak mata.
***
Surat Kecil untuk Tuhan Trailer